Sabtu, 08 Agustus 2009

Pilih menteri2 yang amanah

Pilpres 8 Juli 2009 berlalu sudah. Kita patut bersyukur pasca pesta demokrasi tsb tidak terjadi gejolak politik baik dipusat pemerintahan maupun didaerah.
Pihak yang menang menunjukkan sikap yang rendah hati dan pihak2 yang kalah pun mau menerima kekalahannya secara legowo. Namun dibalik itu semua bukan berarti ada senyum atau tawa gembira. Sinyalemen2 yang disana sini bergulir selalu mengindikasikan telah terjadi banyak kesalahan2 dalam penyelenggaraan yang dilakukan KPU.
Tapi sudahlah. Yang pasti Pilpres tidak mungkin diulang lagi. Disamping buang2 duit, muka kita mau dikemanakan diajang internasional. Lagi pula jadi presiden itu bukan segala2nya kok.
Indonesia kan negara demokrasi yang menganut paham Trias Politika. Artinya pemegang kekuasaan dinegara demokrasi dibagi tiga. Pertama, Presiden atau Eksekutip bertugas untuk menyelenggarakan pemerintahan. Ke dua, DPR atau Legislatip bertugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan membuat UU.
Ke tiga, Mahkamah Agung atau Judikatip bertugas mengimplementasikan UU kedalam kehidupan sehari2.
Jadi terbukti kan, presiden bukan segala2nya. Salah satu pihak ngambek negara nggak jalan.
Oh ya, bagi pihak yang kalah masih ada DPR untuk terus aktip memperjuangkan program2nya.
Nah, bagaimana dengan presiden terpilih.
Apakah cukup tenang2 saja menghadapi suasana aman tapi disana sini ada rasa kecewa ?
Yang kalau dibiarkan bisa tumbuh menjadi kebencian nasional. Kebencian nasional sangat mungkin menimbulkan perpecahan bangsa. Bagaimana negara mau membangun kalau pemerintahan yang ada tidak efeektif dan tidak didukung oleh rakyat. Inilah yang akan menjadi PR presiden terpilih kedepan.
Pemerintahan yang efektif adalah pemerintahan yang amanah. Bisa terwujud berkat adanya kabinet dan menteri2 yang amanah juga. Dari mana datangnya menteri2 yang amanah ?
Yang pasti bukan hanya dari partai2 koalisi pendukung presiden terpilih.
Logikanya begini. Partai2 hanya mencalonkan seorang warga negara Indonesia menjadi presiden. Yang menentukan layak atau tidaknya sang calon menjadi presiden adalah rakyat Indonesia secara keseluruhan. Lalu apakah salah apabila dikatakan bahwa sang presiden bukan lagi bagian dari partai yang mencalonkannya atau partai2 yang mendukungnya tapi adalah milik rakyat yang tadi dikatakan secara keseluruhan. Sebagai pemegang hak prerogatif presiden tidak wajib memilih menteri yang dinominasikan partainya atau partai2 pendukungnya sebagai balas budi. Tapi presiden wajib memilih menteri2 yang berasal dari mana saja yang disamping
punya track record yang teruji juga memiliki socialmindedness yang tinggi. Paradigma seperti inilah yang bila diimplementasikan dalam kata dan perbuatan bisa menjadi obat manjur penyembuh rasa ketidak puasan masyarakat.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa mencuri harta orang adalah perbuatan jahat, tapi mencuri hati orang adalah perbuatan terpuji. Maknanya adalah why not jadilah pencuri hati.
Yang sudah terjadi terjadilah. Namun dari sini kedepan presiden harus bisa menunjukkan dirinya setiap kali tampil didepan publik menjadi figur yang 100% pro rakyat bukan lagi pro partai ataupun golongannya. Realisasinya akan menjadi faktor yang amat penting dalam perjalanan sejarah demokrasi dinegeri ini, dengan membentuk kabinet yang punya kiblat kepada kepentingan bangsa dan negara. Tidak ada tempat didalam kabinet bagi orang2 yang cuma bisa ngecap. Senang atau tidak senang posisikanlah orang2 yang selama ini sudah terbukti satu kata dan perbuatan, cerdas, kreatip dan sangat peduli terhadap bangsanya.
Dengan demikian tidak ada lagi anggota masyarakt yang merasa kecewa atau tidak puas karena hati mereka sudah tercuri.

1 komentar:

  1. CIRI CIRI KABINET YANG AMANAH

    1. Pemposisian menteri bukan karena pertimbangan politis tapi karena pertimbangan realistis.
    2. Tidak ada lagi jabatan menteri yang diberikan sebagai balas budi kepada partai2 pendukung

    BalasHapus